Iyya ka na’budu wa iyya ka nasta’in. “Engkaulah yang
kami sembah, dan Engkaulah tempat kami memohon pertolongan.“ (QS. 1 : 5).
Hari itu
di tahun 2006, setahun setelah perdamaian Aceh, pemuda asal Cirebon itu datang
menemui Muhammad Daud di Blang Seupeueng.
Setelah menyatakan maksudnya, ia kemudian diantar ke makam Raja Jeumpa. Di
sanalah ia melazkan ayat kelima dari Surah Al-Fatihah itu.
“Saya
meyakini inilah ayat dari surah yang menyelamatkan Aceh dan kehidupan umat
manusia, Pak Cik,” tutur pemuda asal Cirebon itu, sebagaimana dituturkan
Muhammad Daud. Pemuda asal Cirebon itu
menyebut Muhammad Daud dengan sebutan Pak Cik. “Kita bersaudara, tapi
selama ini seakan begitu jauh. Pak Cik, pesan saya, kita harus mengamalkannya dengan ikhlas agar Aceh tetap damai.”
Kami juga sempat
mendatangi makam Raja Jeumpa di Dusun
Tgk. Keujruen. Areal makam yang telah dipagari besi dengan pondasi beton berwarna orange itu sekilas terasa asing bagi yang belum terbiasa. Kami
sendiri saat sampai di depan makam yang kini berupa bukit dengan ketinggian
sekitar 30 meter itu juga merasakan hal
demikian. Apalagi dengan pohon-pohon besar nan rindang berumur ratusan tahun yang
tumbuh di atasnya. Makam Raja Jeumpa itu sendiri kini hanya bisa ditandai dengan batu-batu
besar yang ada di bukit tersebut.
Dalam ikhtisar Radja
Jeumpa yang di tulis Ibrahim Abduh –disadurnya dari hikayat Radja Jeumpa—
disebutkan, Kerajaan Islam Jeumpa sudah berdiri sejak sekitar abad ke-7 Masehi
yang terletak di sekitar daerah perbukitan, mulai dari pinggir sungai Peudada
di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur.
Istana Raja Jeumpa
terletak di Gampong Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara. Itu artinya
telah menempatkan Kerajaan Islam Jeumpa sebagai kerajaan Islam pertama di
nusantara. Jauh sebelum Kerajaan Samudra Pasai berdiri.
Namun, dalam catatan sejarah
lainnya disebutkan, Kerajaan Islam Jeumpa baru berdiri sekitar abad ke-13, saat
sebagian besar penduduk dan Raja Kerajaan Melayu Islam Champa di Vietnam
bermigrasi ke Aceh karena diserang oleh Kerajaan China.
Kedatangan Raja Champa
pada waktu itu (abad ke-13) disambut dengan hangat oleh pihak Kerajaan Pasai.
Atas izin Raja Pasai pula kemudian Raja Champa mendirikan Kerajaan Jeumpa.
Dalam riwayat Raja Jeumpa (Sejarah Kegemilangan, Kemakmuran dan Kemajuan Kerajaan Jeumpa 14 Abad
Silam) yang
terpampang di dinding di dalam meunasah
Blang Seupeng ditulis: Kabupaten Bireuen dalam catatan sejarah dikenal sebagai
daerah Jeumpa. Dahulu Jeumpa merupakan sebuah kerajaan kecil di Aceh, terletak di di Desa Blang Seupeung, merupakan permukiman
padat penduduk dengan Bandar Pelabuhan Besar
yang terletak di Kuala Jeumpa.
Pada awal tahun 1989 dua
pemuda Cina, laki – laki dan perempuan mengunjungi makan Raja Jeumpa, kepada sesepuh desa mereka mengatakan berasal dari Indo Cina,
Kamboja. Mereka sengaja datang ke lokasi kerajaan Jeumpa untuk mencari tongkat
nenek moyangnya zaman dahulu. Konon tongkat emas Raja Cina tersebut jatuh dan
hilang saat menyerbu kerajaan Jeumpa, yang kemudian ditemukan oleh Raja Jeumpa.
Kerajaan Jeumpa pernah diperangi oleh pasukan Cina, Thailand dan Kamboja. Mereka pernah menduduki benteng Blang Seupeueng. Disebutkan, peperangan tersebut terjadi karena Raja Cina menculik permaisuri Raja Jeumpa yang cantik jelita, Meureudom Ratna.
Permaisuri Raja Jeumpa itu berhasil mereka bawa kabur sampai ke Pahang (Malaysia). Namun kemudian Meureudoem Ratna berhasil dibawa kembali ke Blang Seupeueng. Setelah Panglima Prang Raja Kera yang berasal dari Ulee Kareung, Samalanga berhasil mengalahkan Raja Cina.
Makam Raja tersebut hanya ditandai dengan batu-batu besar yang berlokasi di dusun Tgk Keujruen, Desa Blang Seupeueng. Sedangkan makam isterinya, Maureudom Ratna, berada di Desa Kuala Jeumpa.
Raja Jeumpa adalah putra dari Abdullah dan Ratna Kumala, beliau dinobatkan menjadi Raja dan Ratna Keumala sebagai permaisuri di Negeri Blang Seupeung tersebut. Raja Abdullah kemudian menamakan Negeri yang dipimpinnya itu dengan nama “Jeumpa” sesuai dengan nama Negeri asalnya yang bernama “Kampia”, yang artinya harum.
Raja Abdullah mengatur strategi keamanan Kerajaan dengan mengadakan latihan perang bagi angkatan darat dan laut. Saat itu angkatan laut merupakan angkatan perang yang cukup diandalkan, yang dipimpin oleh seorang Laksamana Muda.
Raja Abdullah meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan dua orang anak, yaitu Siti Geulima dan Raja Jeumpa. Setelah Raja Jeumpa dewasa dia membangun benteng pertahanan di tepi Pantai Laksamana. Raja Jeumpa kemudian memperistri seorang putri anak Raja Muda yang Cantik Jelita bernama Meureundom Ratna dari Negeri Indra. Menurut catatan sejarah, Meureudom Ratna masih ada hubungan keluarga dengan Putri Bungsu.
Kakak Raja Jeumpa, Siti Geulima dipinang oleh seorang Raja di Darul Aman yang bernama Raja Bujang. Maka atas dasar perkawinan itu antara Kerajaan Jeumpa dengan Darul Aman terjalin hubungan lebih erat. Sesuai dengan namanya “Darul Aman” yakni negeri yang aman sentosa.
Kerajaan Jeumpa pernah diperangi oleh pasukan Cina, Thailand dan Kamboja. Mereka pernah menduduki benteng Blang Seupeueng. Disebutkan, peperangan tersebut terjadi karena Raja Cina menculik permaisuri Raja Jeumpa yang cantik jelita, Meureudom Ratna.
Permaisuri Raja Jeumpa itu berhasil mereka bawa kabur sampai ke Pahang (Malaysia). Namun kemudian Meureudoem Ratna berhasil dibawa kembali ke Blang Seupeueng. Setelah Panglima Prang Raja Kera yang berasal dari Ulee Kareung, Samalanga berhasil mengalahkan Raja Cina.
Makam Raja tersebut hanya ditandai dengan batu-batu besar yang berlokasi di dusun Tgk Keujruen, Desa Blang Seupeueng. Sedangkan makam isterinya, Maureudom Ratna, berada di Desa Kuala Jeumpa.
Raja Jeumpa adalah putra dari Abdullah dan Ratna Kumala, beliau dinobatkan menjadi Raja dan Ratna Keumala sebagai permaisuri di Negeri Blang Seupeung tersebut. Raja Abdullah kemudian menamakan Negeri yang dipimpinnya itu dengan nama “Jeumpa” sesuai dengan nama Negeri asalnya yang bernama “Kampia”, yang artinya harum.
Raja Abdullah mengatur strategi keamanan Kerajaan dengan mengadakan latihan perang bagi angkatan darat dan laut. Saat itu angkatan laut merupakan angkatan perang yang cukup diandalkan, yang dipimpin oleh seorang Laksamana Muda.
Raja Abdullah meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan dua orang anak, yaitu Siti Geulima dan Raja Jeumpa. Setelah Raja Jeumpa dewasa dia membangun benteng pertahanan di tepi Pantai Laksamana. Raja Jeumpa kemudian memperistri seorang putri anak Raja Muda yang Cantik Jelita bernama Meureundom Ratna dari Negeri Indra. Menurut catatan sejarah, Meureudom Ratna masih ada hubungan keluarga dengan Putri Bungsu.
Kakak Raja Jeumpa, Siti Geulima dipinang oleh seorang Raja di Darul Aman yang bernama Raja Bujang. Maka atas dasar perkawinan itu antara Kerajaan Jeumpa dengan Darul Aman terjalin hubungan lebih erat. Sesuai dengan namanya “Darul Aman” yakni negeri yang aman sentosa.
Ikhtisar sejarah ini juga hampir mirip dengan apa yang
ditulis oleh beberapa peneliti maupun penulis lainnya. Salah satunya seperti
yang ditulis oleh penulis sejarah muda Aceh: Norman, Iskandar. (mardani malemi)