Iklan

Tanpa Sekat...


Masjid Juli Tgk.Dilampoh. REPRO: Trang | Najib
[Refleksi gampong teladan Kabupaten Bireuen]

Udara berhembus tenang. Matahari menyinari lembut. Ngopi bareng dengan masyarakat di sebuah warung siang hari itu benar-benar membuat pikiran kami tanpa sekat. Seperti me-refresh sebuah tekhnologi  yang telah lama bekerja. Berbagai isu dan permasalahan pembangunan gampong pun bisa dikupas secara sederhana. 

Adalah Gampong Juli Tgk Dilampoh, gampong (desa) teladan tingkat Kabupaten Bireuen tahun 2012 yang juga berhasil meraih gelar Juara Harapan I pada lomba yang sama tingkat provinsi. Dihuni oleh sekitar 429 jiwa, semangat penduduk Gampong Juli Tgk Dilampoh untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya sangatlah kuat. Meski hampir 50 persen penduduknya masih berpenghasilan di bawah kata cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka sehari-hari.

“Bayangkan, dari jumlah sekitar 429 penduduk, 249 di antaranya adalah perempuan dan hanya 180 laki-laki. Tapi, ekonomi masyarakat justru tumbuh dengan baik,” kata Iwan, Pj. Keuchik Gampong Tgk Dilampoh. “Sebagian di antara mereka malah merupakan janda yang menjadi orang tua tunggal.”
“Semangat mereka sangat luar biasa. Berpantang surut kalau itu untuk kelangsungan pendidikan anak-anaknya. Karena itu tak ada anak putus sekolah di sini,” tutur Iwan.  


Semangat itu pulalah yang kemudian ikut ditularkan ke masyarakat lainnya hingga Juli Tgk Dilampoh berhasil menjadi gampong teladan tingkat kabupaten. “Masyarakat bahu membahu menata dan membersihkan gampong. Malah saat menyambut tim dari provinsi. Padahal saat itu persiapannya sangat singkat,” pungkas Iwan.

Iwan menyebut, Gampong Juli Tgk Dilampoh meraih predikat teladan kabupaten pada Juni 2012 dan Juara Harapan I Provinsi Aceh bulan Agustus. Juga di tahun yang sama. Atas prestasi tersebut, Gampong Juli Tgk Dilampoh berhak atas piala penghargaan dan uang Rp11,5 juta, plus dana pembinaan Rp1,5 juta. Sementara untuk prestasinya sebagai juara harapan I provinsi, mendapatkan hadiah Rp13 juta.
“Kami bersyukur atas prestasi yang telah kami raih. Ini adalah berkah dari kebersamaan.”

Iwan menyebut rahasia hingga Gampong Juli Tgk Dilampoh berhasil menjadi teladan. “Yang utama adalah kebersihan dan master plan (penataan) gampong, kesadaran akan pendidikan, kreatifitas untuk membangkitkan ekonomi, agama, fasilitas dan infrastuktur, serta kreatifitas-kreatifitas lainnya yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat.”

“Termasuk struktur dan administrasi gampong,” sebutnya.

Soal kebersihan dan master plan, kami (tim ekspedisi Tabloid Trang) merasakan sendiri kenyamanan itu. Kami sendiri malah lupa kalau sedang berada di suatu desa arah Kota Takengon yang berada hingga 5 kilometer (Km) d ari pusat Kota Bireuen. Berada di Juli Tgk Dilampoh, seolah kami merasakan berada di wilayah perkotaan yang dekat dengan seluruh pusat pelayanan publik.

“Ini memang kota,” canda seorang warga Juli Tgk Dilampoh. “Maksudnya ibukota Kemukiman Juli Barat.” Ia cepat-cepat menambahkan. Kami pun kemudian memperhatikan ke sekeliling tempat kami ngopi. Tidaklah berlebihan rasanya menyebut Juli Tgk Dilampoh sebagai “kota”. Tidak lebih dari 30 meter dari tempat kami duduk, Poskesdes berdiri apik dengan kebersihan yang tetap terjaga. Begitu pula dengan komplek perkantoran. Mulai kantor Mukim, Keuchik, Pos Jaga yang pernah menjuarai lomba Poskamling tingkat kabupaten, hingga balai musyawarah desa.

Yang istimewa adalah masjid. Mungkin ini akan membuat Anda terpesona. Lihatlah ornamennya, ini mengingatkan saya akan masjid-masjid di Turki. Suatu Negara di Timur Tengah yang kini telah masuk ke perkumpulan negera-negara Eropa (Uni Eropa).

Juga tidak ada bau ”macam-macam” di Juli Tgk Dilampoh. Kami merasakan semua bau dan hawanya segar. Malah mata kami juga ikut dimanjakan dengan lingkungannya yang bersih. “Kalau mau dekat dengan lomba lebih bersih lagi,” tutur Meutia, ketua PKK Juli Tgk Dilampoh, membuka rahasia.

Begitu pula geliat kreatifitas penduduk gampong, meski umumnya berkebun dan menjadi tukang, tapi pusat-pusat industri rumahan juga tumbuh di sini. Seperti industri tradisional anyaman pelepah rumbia dan menjahit. Sebagian lainnya bekerja sebagai pegawai negeri sipil.

Soal usaha menjahit, tim ekspedisi Tabloid Trang menemukan sebuah keluarga yang begitu optimis mengembangkan usaha menjahit dari rumahnya sendiri. Niat dan kerja keras mereka terbukti tidak sia-sia. Usaha itu justru terus berkembang dan menjadi home industri (industri rumahan) yang potensial.

Soal kreatifitas lainnya, ada kebanggaan tersendiri saat anak-anak hingga para remaja bisa bergabung dalam grup Rabbani. Sebuah tradisi seni ala Timur Tengah dengan syair-syair yang bercerita tentang sejarah nabi dan pujian kepada Allah Swt. Informasi yang diperoleh tim ekspedisi Tabloid Trang pun menyebutkan, hanya ada dua grup Rabbani di Kabupaten Bireuen. Satunya lagi ada di Samalanga.

“Pementasannya biasa dilakukan pada malam hari raya puasa (Idul Fitri) dan dilakukan selepas takbir. Biasanya sekitar jam 2.00 dinihari,” tutur seorang remaja anggota grup Rabbani. “Pementasan Rabbani tidak akan berhenti sampai (malah) anggota grup terkulai lemas.”

Dengan dengan syair yang begitu syahdu, tak mengherankan banyak masyarakat (bahkan dari luar Juli Tgk Dilampoh) menunggu-nunggu pementasan Rabbani. Dimulai dengan lenggok ala Saman hingga tarian bergrup memutar ala Seudati.       

“Allah Rabbani Allah… Allah….” Begitu di antara syair yang menggema. Memperteguh keyakinan anak-anak hingga orang dewasa untuk terus menuntut ilmu selama hayat dikandung badan.
Reactions